Kamis, 13 Oktober 2011

Reog Bulkio @Festival Penataran 2011


Alhamdulillah setelah hampir setahun menunggu, akhirnya bisa menyaksikan kesenian Reog Bulkio secara langsung. Suatu kebanggaan bisa melihat peninggalan pelarian tujuh prajurit Pangeran Diponegoro asal Bojonegoro sekitar tahun 1825 ke Kabupaten Blitar. Kini kesenian asli Desa Kemloko, Kecamatan Nglegok itu dikomandani generasi ketiga Mustar, prajurit Pangeran Diponegoro, Supangi, 79 tahun. Diadopsi cerita perang dari Surat An Biya, dalam Alquran, yang mengisahkan peperangan kebaikan melawan keburukan, yang bisa diartikan perang antara umat Islam dengan kaum kafir. Penggambaran itu bisa dilihat dari panji putih, yang digunakan untuk memisahkan dua prajurit yang mempertunjukkan tarian perang dalam peragaan terakhir dari penampilan Reog Bulkio. Dalam panji itu tergambar, dua tokoh pewayangan yang menggambarkan dua pribadi yang bertolak belakang. Yaitu perang antara Anoman, yang menggambarkan Islam sebagai nilai kebaikan dengan Dosomuko, yang menggambarkan kekafiran. Dari kisah peperangan dalam Alquran itulah nama Bulkio diambil.

Hingga kini, tarian perang dalam Reog Bulkio masih mengikuti pakem dari asalnya. Semua pemain yang merupakan pria itu, terbagi menjadi tiga bagian, yakni penari, pemukul alat musik, dan dalang. Mereka berjumlah 14 orang, yang terdiri sembilan penari, empat pemukul alat musik dan satu orang dalang yang menceritakan kisah peperangan antara Islam dan kaum kafir. Sedangkan gerakan tarian sejak dulu memiliki empat jenis, mulai lincak gagak, rubuh-rubuh gedang, untir-untir, dan perang. Namun, dalam penampilan Rabu (12/10) penari yang biasanya pria diperankan enam penari perempuan, yang merupakan mahasiswi sebuah perguruan tinggi di Malang yang ingin mengetahui lebih dalam kesenian asli Blitar ini.

Hingga kini, ciri khas warna merah putih. Enam penari yang memukul yang ikut memainkan alat musik terbang, mengenakan celana hitam, dengan lilitan sarung warna merah putih, serta kemeja putih yang dihiasi selempang, dan kepala menggunakan udeng jenis gilik bawang sebungkul. Hiasan udeng ini juga menggunakan warna merah putih. Sedangkan tiga penari yang memainkan peperangan serta pembawa panji pemisah peperangan, juga mengenakan pakaian dengan warna dominasi merah putih. Mereka tampil dengan celana merah, kombinasi kemeja putih, serta jas hitam, yang dipertegas dengan sebilah pedang untuk masing-masing penari. Kedua penari itu memainkan tari peperangan dengan seorang penari yang bertugas menjadi penengah dengan tanda panji putih bergambar Anoman dan Dosomuko. Sementara, empat pemain pemukul alat musik, mengenakan kemeja putih kombinasi celana hitam dengan hiasan jarit melilit di pinggangnya.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar