Sabtu, 11 Februari 2012

Supalil, Persiapkan Generasi Juru Kunci Gong Kiai Pradah

Foto: yanu aribowo/radar blitar

40 TAHUN MENGABDI: Supalil memimpin upacara siraman gong Kiai Pradah yang digelar setiap Maulid. 

Sudah Renta, Penggendong Gong Diserahkan Putranya

Hampir 40 tahun Supalil memimpin upacara ritual siraman gong Kiai Pradah. Kini usianya yang sudah menginjak 86 tahun butuh generasi penerus. Siapa penerusnya, Mbah Palil telah mempersiapkannya. Berikut laporannya.

Yanu Aribowo, Blitar

Mbah Palil-begitu masyarakat menyapanya penjaga juru kunci gong Kiai Pradah di pendapa eks kawedanan Lodoyo di Sutojayan. Pria yang telah berusia 86 tahun ini merupakan generasi ketiga. Sebelumnya adalah naib Zainal Mustofa dan dilanjutkan  Imam Bukhori yang meninggal pada 1972 silam. Sejak meninggalnya Imam Bukhori, pria yang sebelumnya menjadi modin atau Kaur Kesra di Kelurahan Kalipang itu mendapat amanat menjaga pusaka Kiai Pradah.


Diceritakan Mbah Palil, dia mendapat amanat tersebut dari bupati Blitar kala itu, Sanusi, dan Wedono Sutojayan Budi Setyo. Untuk menjadi juru kunci Kiai Pradah, kata Mbah Palil, tidak mengenal ada istilah turun temurun. Namun siapapun yang dipandang pantas dan mampu oleh masyarakat, akan ditunjuk menjadi juru kunci. Salah satu syarat harus menguasai tata cara tradisi siraman gong Kiai Pradah, sehingga tradisi peninggalan leluhur itu tidak punah. Hingga saat ini pun, Supalil mengaku juga tidak mengerti mengapa saat itu dia yang mendapatkan amanah. Padahal banyak tokoh di Lodoyo yang lebih mumpuni dari dirinya kala itu. "Katanya saya yang mampu, jika mendapatkan amanah seperti ini, saya hanya jalani dengan ikhlas saja," ujar pria yang dikaruniai delapan anak dari almarhumah Jeminah ini.

Selama 38 tahun, setiap prosesi siraman gong Kiai Pradah, Mbah Palil yang mengangkat sendiri gong yang keramatkan masyarakat setempat. Setiap kali digelar  ritual siraman, gong tersebut diarak mengelilingi Alun-alun Lodoyo. Begitu gong dikeluarkan dari Sanggar Palereman Pustaka Kiai Pradah yang ada di sisi barat alun-alun, dia menggendong sendiri. Saat mengarak diiringi para sesepuh dan replika macan. Pengarak berhenti di tengah alun-alun yang kini dibangun berupa panggung. "Kalau saat ini sudah dibantu anak saya, katanya biar tugas juru kunci tidak berat. Saya cukup memimpin doa," kata pria yang dikaruniai 10 cucu dan lima cicit ini.

Memang, dengan kondisi fisiknya yang sudah renta, dua tahun terakhir, ritual arak-arakan gong, Mbah Palil mendapatkan bantuan Sutrisno, 47, anak ketiganya. Sudah dua kali kesempatan yang mengangkat gong itu dilakukan anaknya. Selain alasan fisik yang sudah mulai melemah, juga berencana regenerasi. Usai membaca doa di depan sanggar, Mbah Palil langsung menuju panggung siraman. Sedangkan Sutrisno tetap mengelilingi alun-alun bersama rombongan yang lain.

Selama ini, sebagai juru kunci tugas Mbah Palil adalah mengurusi segala ritual yang terjadi terkait gong Kiai Pradah. Selain ritual siraman yang rutin dilaksanakan setiap peringatan maulid Nabi Muhammad dan 1 Syawal. Kegiatan rutin itu, juga dilaksanakan setiap 35 hari sekali, yakni saat tiba malam Jumat Legi. Nah, jika malam Jumat legi tiba Mbah Palil akan berada dalam sanggar hingga larut malam. Sepanjang malam, selain merawat pusaka yang ada di dalam sanggar berupa gong, wayang kayu atau krucil, serta dua kenong, dia juga melayani masyarakat dari berbagai kota yang sengaja datang untuk berdoa. Jika banyak tamu yang datang, Mbah Palil pun akan melayaninya hingga selesai. Selain malam Jumat legi, Mbah Palil berada di sanggar jika ada tamu saja yang datang diminta diantar ke sanggar. "Iya selain malam Jumat legi, kalau ada tamu saja ke sininya," ujar Mbah Palil dalam bahasa Jawa. 

Sedangkan Sutrisno, jika tidak ada ritual Siraman, dia kembali bekerja di Surabaya. Memang, dia hanya pulang kalau ada siraman saja. Nah, dengan perannya sebagai juru kunci itu, modal yang diemban Mbah Palil adalah keikhlasan dan pengabdian untuk melestarikan tradisi leluhur. Memang, dia tidak mendapatkan gaji bulanan untuk tugasnya ini. Hanya saja, ada beberapa tamu yang sengaja memberi dengan ikhlas atas pelayanan Mbah Palil selama berada di sanggar. Namun pemberian itu tidak selalu diterimanya. "Kalau orangnya mengalami kesulitan, uang pemberian itu saya kembalikan. Biar tidak menjadi beban," jelasnya.

Untuk pemasukan rutin bulanan, dia hanya mengandalkan dana pensiunan kaur kesra sejak 1992. Saat ini dia biasa menerima dana pensiun sekitar Rp 1,3 juta. Saat ini, untuk tugas merawat sanggar dan isinya,
Mbah Palil mempunyai seorang rekan yang bertugas berjaga sehari-hari dan merawat kebersihan sanggar, yakni Katiman, 61. Selain sebagai juru kunci, Mbah Palil sering kali dimintai bantuan untuk menentukan hari baik dalam pendirian suatu bangunan. Bahkan ada sebuah swalayan yang menjadi langganannya. "Terakhir membangun swalayan di Kediri," ujarnya.

Sementara itu, Camat Sutojayan Tavip Wiyono, menyambut baik rencana pengkaderan juru kunci gong Kiai Pradah. Sebab, keberadaan juru kunci mempunyai peranan penting dalam menjaga tradisi adat istiadat yang ada di tengah masyarakat. Sehingga dengannya regenerasi itu, diharapkan terus bermunculan tokoh-tokoh yang dianggap mampu untuk menjalankan amanat sebagai juru kunci. "Siapapun nantinya, kami diserahkan
sepenuhnya kepada masyarakat," ujar pria 45 tahun ini. (*)

Sumber: Radar Blitar


3 komentar:

  1. lama gak maen ke kanigoro ...jadi kangen nich sama derah sana!!!! mampir ke blog ane ya gan.

    BalasHapus
  2. salam buat mbah palil semoga panjang umur dan selalu sehat.dari narko anake pak jair jogoboyo wonorejo kalipang

    BalasHapus