Rabu, 08 Februari 2012

Yosephine Sudarti, Mantan Penyanyi Istana Kepersidenan RI di Jogjakarta


Senang Lihat Tamu Negara, Usai Menyanyi Langsung Mengejar Bung Karno

Yosephine Sudarti, 78, merupakan salah satu penyanyi istana di zaman Presiden Ir Soekarno. Sewaktu pusat pemerintahan Indonesia bertempat di Jogjakarta sekitar tahun 1947 silam, dengan bakat menyanyinya, perempuan ini malang melintang menghibur tamu kenegaraan kala itu. Berikut laporannya.

Yanu Aribowo, Blitar


Sejak pensiun dari mengajar kesenian di SMPN 3 Blitar pada 2001 lalu, tak banyak kesibukan yang dijalani perempuan asli Jogjakarta ini. Aktivitas Yosephine Sudarti hanya berkutat di dalam rumah lawas yang ada di Jalan Hasanuddin Gang IV/01, Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan. Pembawaan yang energik membuat perempuan itu masih terlihat segar di usianya yang mendekati kepala delapan.

Sejak duduk di bangku SMP hingga pensiun menjadi guru kesenian, perhatian besar telah ia curahkan untuk seni olah suara. Selain bisa menularkan ilmu seni suara kepada ribuan siswa yang pernah merasakan didikannya, ada kebanggaan lain pada seni suara masih dia miliki. Yakni, saat terpilih menjadi salah satu penyanyi istana negara pada rentang waktu sekitar 1947 hingga 1951 silam. Terkait pengalamannya yang satu ini, tak banyak yang mengetahuinya. Bahkan Yustina Faridian Indraswari, 47, anak ketiga Bu Yos-sapaan Yosephine Sudarti yang menemani keseharian, tak tahu jika sang ibu pernah menjadi penyanyi istana.

Memang, saat mengawali menjadi penyanyi istana, Yos masih duduk di bangku kelas 3 SMP Steladuce, Jogjakarta. Yos yang saat itu berusia 13 tahun, oleh Muraji, guru keseniannya diminta ikut seleksi penyanyi istana yang diselenggarakan pemerintah, yang saat itu berada di Jogjakarta. Dengan modal bakat seni suara, tanpa pikir panjang perempuan ini langsung ikut seleksi. Hingga akhirnya setelah melalui beberapa tahapan, Yos dinyatakan lolos bergabung menjadi penyanyi istana Negara, bersama 39 siswa dari berbagai sekolah kala itu.

Saat itu, kesibukan di luar sekolah tak hanya menjadi penyanyi istana negara. Untuk menyalurkan bakat seninya, dia juga menjadi penyiar di RRI Jogjakarta. Sesuai dengan bidang seninya, saat itu dia memegang program siaran belajar bimbingan menyanyi. Pada saat menjadi anggota penyanyi istana negara, Yos muda bergabung dalam grup paduan suara yang dipimpin Jose Clieber, pria berkebangsaan Prancis, yang terdiri dari 40 siswa SMP. Namun di tengah bernyanyi paduan suara itu, tak jarang dalam beberapa kali kesempatan, Yos bersama dua rekannya diambil untuk bernyanyi trio. Selain dirinya dengan suara alto, ada Surti Suwandi dengan suara sopran, dan Purwanto dengan suara tenor. 

Tugas menyanyi dalam istana dia lakukan dengan sepenuh hati. Karena selain bisa menyalurkan bakat seninya, saat itu dia bersama teman-temannya bisa melihat secara langsung Presiden Ir Soekarno menerima tamu dari berbagai negara. “Ada Malaysia, India, dan lainnya, pokoknya saat itu senang bisa nyanyi di istana negara,” ungkap Yos bangga.

Ada hal yang tidak terlupakan pada saat menjalankan tugas sebagai penyanyi. Dasar saat itu masih remaja, usai menunaikan tugas menyanyi, anak-anak saat itu langsung mengejar Bung Karno. Memang presiden sangat dekat dengan anak-anak saat itu, sehingga para penyanyi saat itu tak sungkan minta uang jajan. Tak hanya itu, para penyanyi yang masih berusia belasan tahun sangat dimanja. Meski sebagai penyanyi istana, mereka tidak tinggal di dalam komplek istana. “Kami semua diantar jemput bus pemerintah,” ujar perempuan kelahiran tahun 1934 ini.

Yos menuturkan, karirnya sebagai penyanyi istana negara hanya berlangsung sekitar empat tahun, saat dia duduk di bangku kelas 3 Sekolah Guru Atas (SGA) Steladuce, Jogjakarta, atau saat pemerintahan kembali dipindahkan ke Jakarta, sekitar tahun 1951. Nah, sejak tidak lagi menjadi penyanyi istana itulah bakat menyanyi dia salurkan dengan menjadi guru kesenian. 

Saat itu ada sekitar empat sekolah yang menjadi tambatannya. Di antaranya Sekolah Guru Bantu (SGB) I, Semarang (1951-1959), SMPN 4 Madiun (1959-1964), SMPN 5 Jogjakarta (1964-1968), dan terakhir SMPN 3 Blitar (1968-2001). “Saya mengajar kesenian, terutama tarik suara,” ujar perempuan asli Desa Gunung Ketur, Pakualaman, Jogjakarta ini.

Mulai tahun 1968, dia mengikuti suami, Soeboedyo yang dinikahinya pada tahun 1958, yang bertugas di Blitar. Saat itu, Soeboedyo mendapatkan tugas menjadi komandan posko sipil dalam Operasi Trisula di Blitar selatan. Sang suami menempati pos di Desa Suruhwadang, Kecamatan Kademangan, yang mendapatkan bagian mengatur logistik selama pelaksanaan operasi. Hingga akhirnya dia harus menjadi single parent bagi keempat anaknya, setelah sang suami pada tahun 1975 meninggal dunia di usianya yang ke-46 tahun. Jabatan terakhir sang suami saat itu adalah sebagai Pembantu Bupati Blitar. 

Tak hanya menjadi seorang guru di SMPN 3 Blitar, pada rentang waktu 1977-1981, Yos juga pernah memegang jabatan menjadi anggota DPRD Kabupaten Blitar dari Golkar. “Hingga pensiun saya sudah 33 tahun menjadi guru kesenian di SMPN 3 Blitar,” ujar perempuan yang telah dikaruniai empat anak dan sembilan cucu ini.

Sejak menetap di Blitar, selain mengajar kesenian di Gereja Katolik Santo Yusuf, Kota Blitar, Yos juga menjadi penyanyi dalam kelompok paduan suara Wanita Katolik (WK). Hingga aktifitas menyanyi itu terhenti 2005 lalu, saat tulang punggungnya sudah tidak kuat lagi, akibat tiga kali terjatuh dari sepeda motor, namun tidak pernah dia rasakan. Selain itu, setiap peringatan Kemerdekaan RI 17 Agustus, seringkali Yos mendapatkan tugas di Alun-alun Kota Blitar sebagai aubade (pemandu) paduan suara siswa SMP Se-Kota Blitar. Saat ini, aktifitasnya sehari-hari hanya menghabiskan waktu bersama anaknya yang dengan setia menemaninya, meski keluarga besarnya saat ini banyak tinggal di Jogjakarta. “Saya senang di sini, punya rumah sendiri, tidak mau merepotkan anak-anak,” tegas Yos. (*/ris)

Sumber: Radar Blitar





Tidak ada komentar:

Posting Komentar