Minggu, 19 Juni 2011

Candi Sawentar


Candi Sawentar I
Berada di Dusun Centong, Desa Sawentar, Kecamatan Kanigoro, Kabuapaten Blitar, Jawa Timur. Candi ini merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit, tempat pemujaan yang didirikan oleh seorang raja. Tahun pendirian candi ini belum diketahui, karena prasasti dan angka tahun candi belum ditemukan. Bangunan candi terbuat dari batu andesit. Secara fisik, Candi Sawentar terdiri dari tiga bagian yaitu : kaki candi, badan/ tubuh candi, dan atap candi.

Di dalam/ bilik candi, ada Yoni (lambang kesuburan) dan Surya Majapahit (lambang kebesaran Majapahit). Dalam perjalanannya Candi Sawentar pernah tertimbun lahar Gunung Kelud dan pada tahun 1915 silam dilakukan penggalian. Selain itu pada tahun 1992/1993, candi itu juga pernah mengalami pemugaran oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur di Mojokerto. Secara fisik candi ini berukuran panjang 9,5 meter, lebar 6,8 meter, dan tinggi 10,5 meter. Luas kawasan candi sendiri mencapai 1.565 meter persegi, dengan batas-batas sebagai berikut utara (pekarangan warga), timur (rumah penduduk), barat (rumah penduduk), dan selatan (jalan desa).

Candi Sawentar II
Candi yang terletak di Dusun Centong, Desa Sawentar itu merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit. Candi ini dulu tertimbun tanah dan baru ditemukan pada tahun 1999 lalu. Bangunan candi ini terbuat dari batu andesit. Candi ini didirikan oleh Raja Suhita, pada tahun 1358 Saka atau 1436 Masehi. Dalam pembangunannya, candi ini difungsikan sebagai Monumen Perang Paregrek. Perang itu sendiri dulu terjadi pada 1323 hingga 1328 Saka atau 1401 hingga 1406 Masehi.

Perang Paregrek sendiri merupakan perang saudara antara Majapahit Barat dengan pimpinan Wikrama Wardana melawan Majapahit Timur dengan pimpinnan Bhre Wirabhumi, yang terjadi sepeninggal Prabu Hayam Wuruk dan Patih Amangku Bumi Gajah Mada. Saat ini candi ini masih dalam tahap penelitian dengan luas kawasan candi sekitar 38,80 meter x 29,70 meter, yang dibagi menjadi dua halaman. Yakni bagian utara berukuran 29,70 x 21,30 meter dan bagian selatan berukuran 29,70 x 17,50 meter. Sejak ditemukan, candi ini mengalami tiga kali penggalian.

(sumber: Balai Arkeologi Jogja dan BP3 Jawa Timur)

Kamis, 16 Juni 2011

gong pradah lodoyo

bupati blitar siraman gong

Siraman Gong Pradah

Di alun-alun Lodoyo, Kecamatan Sutojayan, setiap 12 Rabiulawal, selalu dilakukan prosesi siraman pusaka Gong Kiai Pradah. Riban pengunjung percaya jika air jamasan yang digunakan untuk memandikan pusaka itu mendatangkan berkah. Tahun 2011 ini, ritual itu dilaksanakan pada 17 Februari lalu.

Sebelum acara puncak siraman dilakukan, puluhan pasukan mengarak benda-benda pusaka diantara Gong Kiai Pradah dari tempat penyimpanan benda pusaka menuju panggung yang berada di tengah alun-alun. Bupati Blitar bersama pejabat lainnya segera menuju panggung siraman dari pendopo alun-alun dan segera naik di atas panggung. Usai pembacaan doa-doa, Gong Kiai Pradah beserta pusaka yang lainnya segera disucikan oleh yang dipimpin bupati dengan menuangkan air dan bunga-bunga ke gong yang digantung tepat ditengah panggung.

Dalam prosesi siraman itu, Bupati Blitar juga menandainya dengan memukul gong itu sebanyak tujuh kali. Ribuan pengunjung langsung berebut air bekas siraman yang disiramkan dari atas panggung. Prosesi rebutan itu menarik ribuan pengunjung untuk mendekati panggung. Bahkan mereka rela berdesak-desakan untuk mendapatkan percikan air ataupun benda-benda yang digunakan dalam prosesi siraman itu. Mereka meyakini, bekas air siraman gong Kiai Pradah ini dapat memberikan berkah kepada pengujung.

Usai siraman, acara dilanjutkan di pendopo alun-alun. Di tempat itu, pengunjug disuguhi tari-tarian. Bahkan Bupati dan pejabat lainnya ketiban sampur untuk mengikuti tayuban bersama penari. Sebelum acara ditutup, digelar doa bersama dan dilanjutkan pembagian dua tumpeng, lanang dan wadon beserta puluhan tumpeng kecil lainnya yang akhirnya diperebutkan pengunjung. Agenda tahunan itu adalah untuk nguri-nguri atau mempertahanan tradisi dan budaya warisan leluhur yang ada di wilayah Lodoyo. Selain itu, ritual itu juga sebagai salah satu daya tarik pariwisata Kabupaten Blitar. Silakan datang!!!!!!!!


siraman air jamasan

siraman air jamasan

tari bareng pejabat

rebutan tumpengan

ramai pengunjung

Selasa, 14 Juni 2011

pusaka eyang djoego

kirab pusaka

Haul Eyang Djoego ke 140

Setiap tahun kirab pusaka Eyang Djoego selalu menyedot perhatian para wisatawan. Terakhir kali kirab pusaka itu digelar pada 9 Oktober 2010 lalu di Desa Jugo, Kecamatan Kesamben, Kabupaten Blitar. Agenda tahunan ini memang merupakan daya tarik tersendiri dari wilayah Blitar bagian timur ini. Dikemas sederhana saja, banyak pengunjung yang mengikuti prosesi penghormatan kepada leluhur yang dilaksanakan selama beberapa hari ini. Apalagi jika dikemas lebih bagus dan menarik, tentu semakin banyak wisatawan yang mengagendakan untuk datang ke Blitar mengikuti agenda kirab pusaka ini.


Tahun 2010 lalu, merupakan tahun keempat upaya pelestarian budaya bangsa itu. Menurut Juru Kunci Pesarehan Eyang Djoego Arif Yulinato Wicaksono (33), kegiatan kirab pusaka itu merupakan salah satu kegiatan di Desa Jugo yang ditujukan untuk menghormati jasa leluhur. Harapannya agar mendapatkan berkah dari Allah SWT, sehingga kehidupan masyarakat menjadi aman, tentram, dan sejahtera. Sebanyak 25 pusaka yang terdiri dari keris, tombak, pedang, alu, dikirabkan sepanjang jalan desa.

Sekitar pukul 01.00, pusaka tersebut diambil dari Pesarehan Eyang Djoego dan dibawa ke Pesarehan Eyang Tundonegoro, kakek Eyang Djoego dan pusaka itu dibersihkan oleh sesepuh desa. Baru sekitar pukul 14.00, semua pusaka dikembalikan ketempat asalnya. Kegiatan itu rutin dilakukan setiap tahun dan bisa menjadi salah satu kegiatan untuk melestarikan budaya  bangsa. Berangkat dari Pesarehan Eyang Tundonegeoro yang terletak di sisi selatan Desa Jugo, ratusan peserta kirab mulai berjajar di sepanjang jalan desa, mulai kesenian kuda lumping, pasukan pembawa panji, dayang-dayang, pasukan pembawa pusaka, pasukan pembawa tumpengan. Mereka tampak antuasias mengikuti kegiatan yang diselenggarakan empat tahun terakhir.


Mengirab pusaka mereka harus menempuh perjalanan sekitar dua kilometer menuju pesarehan Eyang Djoego di sisi utara desa. Sepanjang perjalanan ratusan warga memadati dan rela berpanas-panasan untuk melihat kirab pusaka. Puncak acara berada di Pesarehan Eyang Djoego. Itulah yang banyak dinanti oleh pengunjung yang datang. Setelah sekitar 25 pusaka itu diletakkan di Pesarehan Eyang Djoego. Tumpengan yang dibawa dalam kirab tersebut akan di perebutkan oleh pengunjung dan warga sekitar. Mereka percaya dengan ikut berebut tumpengan yang terdiri dari jajanan pasar dan polo kependem tersebut akan mendapatkan berkah. Bahkan mereka rela berdesak-desakan hanya untuk mendapatkan salah satu isi tumpengan tersebut.

Tahun 2011 ini, kirab pusaka Eyang Djoego dilaksanakan pada Kamis, 29 September lalu. Sama seperti tahun sebelumnya, agenda tahunan Desa Jugo ini menarik minat pengunjung yang sangat banyak. Ayo lestarikan budaya lokal, jangan sampai punah,.

rebutan tumpengan

doakan leluhur

doakan leluhur

doakan leluhur

Senin, 13 Juni 2011

kebun teh sirahkencong

Sirahkencong

Sirahkencong dan Gunung Butak-nya

Perkebunan teh PTPN XII Bantaran bagian Sirahkencong layak disebut mutiara hijau dari Blitar. Bagaimana tidak hamparan pohon teh menutupi perbukitan di lereng Gunung Butak, yang membuat mata sejuk memandang dan hampir seluruh permukaan lereng Gunung Butak itu menjadi hijau. Perkebunan ini terletak di Desa Ngadirenggo, Kecamatan Wlingi, Kabupaten Blitar, dengan ketinggian sekitar 1000 mdpl. Meski pemandangan yang disuguhkan sangat luar biasa, apalagi ditambah dengan latar belakang Gunung Butak dengan ketinggian 2.868 mdpl akses menuju lokasi itu lumayan sulit. Untuk menuju lokasi yang indah itu, pengunjung harus merelakan melintasi jalan makadam sepanjang 11 km dari Pasar Desa Semen, Kecamatan Gandusari.

Minggu, 12 Juni 2011

pantai pehpulo

Pantai Pehpulo


Pantai Pehpulo

Berada di Desa Sumbersih, Kecamatan Panggungrejo, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, dari pusat Kota Blitar berjarak sekitar 45 km tenggara. Akses menuju pantai sangat minim, jalan beraspal hanya sampai pertengahan Desa Sumbersih. Selanjutnya untuk menuju pantai, akses berupa jalur cor yang sudah cukup untuk dilewati kendaraan roda empat.

Nah, mendekati Pantai Wedi Ombo, yang panjangnya mencapai 500 meter, akses jalan hanya berupa makadam. Namun hal itu, akan terbayar dengan keindahan pantai berpasir putih yang membentang. Tidak adanya bangunan pendukung menunjukkan jika pantai di desa itu masih perawan. Hanya terjamah oleh beberapa pengunjung cerdas yang berhasil mengetahui potensi alam yang tersembunyi. Tidak hanya itu, selama ini banyak pengunjung yang sering salah paham dengan pantai yang ada di desa itu. Orang sering menyebut Pantai Pehpulo, namun yang dikunjungi ternyata Pantai Wedi Ombo.

Padahal keduanya jelas berbeda, Pantai Pehpulo dengan pemecah gelombang berupa sekitar lima pulau tak berpenghuni terletak sebelah timur dari Pantai Wedi Ombo, setelah Pantai Wedi Ciut. Panjang garis pantainya hanya sekitar 50 meter. Untuk mencapai pantai terindah itu, pengunjung harus berjalan kaki melintasi ladang warga. Sebab untuk sepeda motor, bagi pengunjung disarankan disusupkan ke ladang warga yang keamanannya oleh warga setempat sangat dijamin. Terbukti saat berkunjung pertengahan Mei lalu, si Vega merah juga tetap ada di tempat meski ditinggal lama untuk bersantai. Untuk lebih jelasnya, sebaiknya bertanya ke warga setempat karena sudah tidak melewati akses menuju Pantai Wedi Ombo. Sekitar 1 km akses utama  mengambil jalan pintas di sebelah kiri.

Selain Pantai Pehpulo, ada enam pantai lain, yakni Kocok, Ngleles, Wedi Ciut, Wedi Ombo, Rowo Gebang, dan Segoro Alas. Selain pantai berpasir putih, sepanjang pesisir Desa Sumbersih berderet pulau-pulau kecil tak berpenghuni. Setidaknya ada 14 pulau kecil dengan keunikan tersendiri, yakni Kapal, Celeng, Penyu, Basir, Pehpulo, Cengger, Wedi Ciut, Karsinah, Rowo Gebang, Kisut, Segoro Alas, Payung, Petung, dan Nugroho. Selamat menikmati!!!!!!!

Pantai Wedi Ombo

Pantai Wedi Ombo

Pantai Pehpulo

Pantai Pehpulo

Pantai Pehpulo

Pantai Pehpulo


pantai tambakrejo

 Pantai Tambakrejo

Pantai Tambakrejo

Di Blitar, nama Pantai Tambakrejo bukan hal baru lagi. Pantai ini merupakan salah satu diantara empat pantai yang di sekitarnya ada pemukiman warga setempat, selain Pantai Jolosutro, Wates; Pantai Serang, Panggungrejo; dan Pantai Pasur, Bakung. Pantai ini berada di Desa Tambakrejo, Kecamatan Wonotirto, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Perjalanan dari Kota Blitar bisa ditempuh melalui jalur darat yang sudah beraspal hingga perkampungan nelayan sekitar 1 jam perjalanan santai. Jarak dari pusat kota sekitar 35 km selatan Kota Blitar. Di pantai ini, hamparan pasir membentang sekitar 1 km dengan garis pantai yang melengkung.

Pada setiap tahun baru Muharam, para nelayan selalu mengadakan larung tumpeng untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Allah, atas rezeki hasil laut yang melimpah selama setahun. Pada agenda itu, pantai ini sangat ramai dikunjungi wisatawan. Sebab berbagai hiburan rakyat di suguhkan untuk menyambut wisatawan yang datang, biasanya hiburan musik dan pasar malam. Untuk menuju pantai ada juga angkutan umum, namun karena jadwal yang tidak menentu, mendingan menggunakan kendaraan pribadi. Namun bagi pengunjung yang baru pertama kali datang ke pantai ini diharapkan untuk meningkatkan kewaspadaannya saat memasuki Desa Tambakrejo. Tanjakan, turunan, serta tikungan tajam menghiasi perjalanan sekitar 2 km mendekati pantai.

Di desa yang sama, selain Pantai Tambakrejo juga ada pantai yang di sisi sebelah timur yang hanya dibatasi oleh sebuah bukit terjal. Pengunjung bisa melintasi bukit itu dengan berjalan kaki menelusuri jalan setapak yang sudah ada. Warga sekitar sering menyebut pantai dengan panjang garis pantai sekitar 500 meter itu Pantai Pasir Putih, karena pasir pantainya yang putih lain dengan yang ada di Pantai Tambakrejo. Nah, dari dua pantai itu, hanya Pantai Tambakrejo saja yang memiliki fasilitas pendukung seperti masjid, warung, dan gazebo yang bisa digunakan untuk bersantai.

Pantai Tambakrejo juga memilki Pos Keamanan Perikanan dan Kelautan Terpadu (Poskamladu) yang merupakan pos pengamanan gabungan dari TNI AL dan Polisi Air. Ada sekitar 10 personil gabungan yang disiagakan 24 jam untuk mengantisipasi tindak kejahatan di laut sepanjang wilayah pesisir Kabupaten Blitar yang membentang sekitar 45 km, mulai Wates hingga Bakung. Selain itu juga membantu pengamanan tindak kejahatan di kawasan pantai. Saat ini sejak adanya Poskamladu pada Agustus 2010 lalu, masyarakat yang mengetahui ada gangguan ketertiban masyarakat selalu melaporkan ke pos itu sebelum dilimpahkan ke Polsek Wonotirto. Selamat menikmati!!!!!!!